Tantangan Integritas Bisnis Tambang di Indonesia

Umam, Ahmad Khoirul and Mayasari, Iin and Wijanarko, Adrian Azhar and Radhiansyah, Emil and Annas, Faris Budiman and Siraj, Fuad Mahbub and Idris, Handi Risza and Chrisharyanto, Handrix and Hendrowati, Retno and Idris, Ika Karlina (2020) Tantangan Integritas Bisnis Tambang di Indonesia. Universitas Paramadina, Jakarta.

[img]
Preview
Text
Tantangan Integritas Bisnis Tambang di Indonesia (New Version).pdf

Download (4MB) | Preview

Abstract

Korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) merupakan salah satu persoalan mendasar di Indonesia. Kekayaan alam yang seharusnya dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat justru direduksi oleh praktik-praktik korupsi yang merugikan kepentingan negara dan masyarakat luas. Di antara luasnya sektor-sektor SDA, sektor pertambangan dianggap sebagai salah satu sektor yang masih ‘gelap’ dan rentan terhadap praktik korupsi (KPK, 2017; ICW, 2016; Transparency International Indonesia, 2017). Karakter dan pola korupsi sektor pertambangan mencakup korupsi kecil (petty corruption) dan korupsi besar (grand corruption). Dalam konteks ini, korupsi kecil lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakpastian layanan birokrasi dan administrasi publik di sektor pemerintahan. Korupsi besar sektor pertambangan lebih bercorak state-captured corruption yang dikendalikan oleh pertemuan kepentingan sempit (vested interest) antara kekuatan politik, oknum birokrasi dan pelaku bisnis, sehingga acapkali melibatkan nama-nama besar (big fishes), uang besar (big money) dan juga menyalahgunakan kekuasaan yang juga besar (abuse of big power). Berbagai upaya penegakan hukum dan pencegahan telah dilakukan, tetapi praktik korupsi di sektor ini masih saja terus terjadi. Misalnya, pemindahan kewenangan perizinan tambang dari pemerintah daerah tingkat kabupaten atau kota kepada pemerintah daerah tingkat gubernur. Sistem itu diatur oleh UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian penerbitan Permen ESDM 43/2015 untuk mencabut ribuan IUP palsu non CnC, yang diduga terkait tumpang tindih lahan, ketidaktepatan administrasi, laporan yang tidak sesuai, atau habisnya masa berlaku IUP. Tidak hanya itu, pemerintah juga berusaha melakukan harmonisasi 26 UU mengenai PSDA yang belum selesai hingga sekarang, untuk melancarkan upaya integrasi perizinan, memperbaiki sistem penerimaan negara, pemutakhiran data dan informasi berbasis spasial, koordinasi serta sinkronisasi sistem pengawasan dan monitoring, termasuk upaya sinkronisasi regulasi yang terkait. Kemudian, reformasi pengawasan juga dilakukan melalui peningkatan kerjakerja penyelidikan dan penyidikan terkait pidana pertambangan. Meskipun berbagai upaya itu telah dilakukan, praktik korupsi sektor tambang masih menggurita. Salah satu penyebabnya yang lain adalah masih rendahnya integritas sektor swasta. Hal itu dikonfirmasi oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pelaku usaha sektor tambang cenderung pragmatis dalam menyikapi praktikpraktik korupsi. Selama aktivitasnya tidak mengganggu arus keuangan perusahaan (cash flow), tidak menutup margin profit yang diperhitungkan, dan diprediksi menghasilkan keuntungan besar, risiko besar melakukan praktik korupsi akan terus dilakukan. Praktik itu umumnya dimotivasi oleh kalkulasi ekonomis, mulai dari kepentingan izin dan aturan, manipulasi laporan, hingga praktik korupsi investif kepada elit politik, pemerintahan dan penegak hukum agar para pelaku usaha ini bisa mendapatkan pertolongan di masa mendatang. Selain itu, hal tersebut juga dikonfirmasi oleh masih tingginya sikap permisif para pelaku usaha pertambangan terhadap praktik suap, gratifikasi dan pemerasan. Sikap permisif juga ditemukan lebih besar dalam penyikapan mereka terhadap praktik kolusi dengan mengoptimalkan jejaring elit politik dan pemerintahan untuk mengamankan kepentingan bisnis di lapangan. Oleh karena itu, sebagaimana nature dari bisnis yang berlandaskan pada akar oligarki, sebagian besar korporasi pertambangan memiliki hubungan dekat dengan para elit politik dan pemerintahan. Posisi mereka tersebar di posisi eksekutif, komisioner, pemilik saham mayoritas, hingga sekedar advisor perusahaan. Kondisi inilah yang membuat pendekatan-pendekatan institusional dan reformasi administratif yang selama ini dijalankan tidak ada dampaknya. Dunia korporasi tambang yang memiliki kaitan erat dengan struktur relasi kuasa oligarki cenderung memiliki karakter “immunity to change” yang kuat. Berbagai argumentasi di atas menjadi salah satu faktor bagi Universitas Paramadina untuk melakukan studi modalitas korupsi sektor pertambangan, dan memotret integritas sektor swasta yang bergerak di sektor tambang ini. Riset ini berusaha menggali pandangan kalangan pengusaha atas usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam memperkuat sistem antikorupsi di sektor tambang nasional. Hasil survei ini dapat menggambarkan dinamika penilaian kalangan dunia usaha swasta terhadap kerja-kerja perbaikan yang telah diusahakan pemerintah. Dari survei ini juga dapat diidentifikasi beberapa hal yang dianggap masih menjadi tantangan serius dari usaha memperkuat sistem good corporate governance, sebagai bagian dari pilar penguatan tata kelola tambang nasional.

Item Type: Book
Subjects: H Social Sciences > HD Industries. Land use. Labor > HD28 Management. Industrial Management
Divisions: Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Manajemen-S2
Depositing User: Mr Aditio Setyawicaksono
Date Deposited: 02 Apr 2021 02:31
Last Modified: 22 Feb 2024 08:08
URI: http://repository.paramadina.ac.id/id/eprint/151

Actions (login required)

View Item View Item