BUNGA RAMPAI SATU DEKADE KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI INDONESIA

mamun, abdul rahman BUNGA RAMPAI SATU DEKADE KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI INDONESIA. Komisi Informasi Pusat RI.

[img]
Preview
Text
BookChapter-ARMamun-Potret_Keterbukaan_Informasi_di_Indonesia2020 (3).pdf

Download (7MB) | Preview

Abstract

Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik disahkan tanggal 30 April 2008. Dua tahun kemudian Undang-Undang ini mulai berlaku. Dengan demikian, tahun 2020, genap 10 tahun. Tentu ini satu legacy penting pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekaligus indikasi kuat keberpihakan terhadap demokrasi dan good governance. Keterbukaan informasi merupakan oksigen demokrasi sekaligus instrumen penting bagi penyelenggaran negara yang jujur, bersih dan bebas dari korupsi. Komitmen tersebut diperkuat oleh Presiden Joko Widodo. Jokowi mencanangkan SDM Unggul untuk Indonesia Maju. SDM Unggul bertumpu pada pencerdasan publik. Sementara pencerdasan mensyaratkan Keterbukaan Informasi Publik. Badan Publik dan masyarakat diharapkan untuk terus membangun budaya Keterbukaan Informasi Publik. Kehadiran Undang-Undang ini merupakan lompatan besar dalam sejarah Indonesia. Paradigma informasi yang sebelumnya serba tertutup dan dimonopoli elite penguasa, kini diserahkan kepada rakyat. Prinsipnya adalah rakyat berhak tahu sehingga negara berkewajiban memenuhinya. Tidak main-main, hak atas informasi diatur dalam konstitusi karena relevan dengan pengembangan diri dan sosial. Itu berarti, abai terhadap informasi berarti abai terhadap hidup. Tak ada kehidupan yang maju, cerdas dan sejahtera tanpa informasi yang memadai. Swedia telah lama memiliki jaminan hak atas informasi. Tahun 1766, Adolf Gustav, Raja Swedia, memeloporinya. Banyak rakyat mati siasia dalam perang, adalah pangkalnya. Bagi Gustav, untuk apa Negara hadir kalau rakyatnya mati sia-sia. Maklum, saat itu solidaritas antar negara antara lain ditunjukkan dengan pengerahan tenaga rakyat untuk ikut berperang. Peran sentral hak atas informasi juga diakui di AS. Thomas Jefferson, misalnya, mengatakan bahwa informasi adalah kekuasaan, keamanan dan keselamatan. Suksesornya, James Madison mengatakan bahwa pemerintahan tanpa hak atas informasi adalah lelucon, atau tragedi, atau keduanya. Memang, tanpa informasi, pemerintahan akan menjadi sewenang-wenang sekaligus monster bagi rakyatnya. Di level global, semakin banyak negara yang mengakui betapa besarnya peran hak atas informasi. Tercatat 150 negara yang telah memiliki Undang-Undang kebebasan informasi mulai dari Negaranegara besar seperti China, India, Indonesia, USA, Brazil dan Nigeria hingga Negara-negara menengah dan kecil seperti Belgia, Italia, Inggris, Jerman, Bolivia, Jepang, Korea Selatan, Philipina, Thailand dan Moldova. Buku ini merupakan bentuk sharing gagasan dan pengalaman komisioner dan mantan komisioner Komisi Informasi Pusat. Isi penting buku adalah relevansi hak atas informasi dengan partisipasi publik, kontrol dan pemajuan desa, perwujudan pemerintahan bersih dan bebas korupsi, dan penguatan demokrasi. Hak atas informasi juga memiliki peran besar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memastikan tetap terjaganya pelayanan publik berkualitas, termasuk di era pandemi Covid-19. Buku ini juga menganjurkan pentingnya terus memajukan inovasi pelayanan publik sebagai proses adaptasi untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa berbudaya informasi. Selamat membaca. Romanus Ndau Lendong

Item Type: Book
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
Depositing User: Mrs Meidya Farahdiba
Date Deposited: 21 Feb 2023 06:38
Last Modified: 21 Feb 2023 06:38
URI: http://repository.paramadina.ac.id/id/eprint/784

Actions (login required)

View Item View Item